Minggu, 14 Desember 2014

Filsafat Sejarah Arnold J. Toynbee



2.1 Filsafat Sejarah Spekulatif
     Filsafat sejarah spekulatif (the speculative philosophy of history), yaitu kajian seputar dua makna kata sejarah, yaitu pertama sebagai proses historis; dan kedua sebagai penulisan proses historis menurut kaidah-kaidah ilmu sejarah. Demikian pula, tampak jelas Toynbee dalam pembuktian historis dan penerimaannya yang sungguh-sungguh atas pengkajian berbagai kebudayaan selalu berusaha memakai metode eksperimental yang didasarkan pada pengamatan guna mengetahui faktor-aktor yang menyebabkan tumbuh dan runtuhnya kebudayaan.
     Metode ini merefleksikan aliran eksperimental yang terkenal dalam filsafat Inggris modern pada umumnya. Di antara hasil kajian ini adalah sejumlah karya dalam sejarah kebudayaan, misalnya A study of History karya Tyonbee, yang terdiri atas dua belas jilid.
     Tyonbee hampir sependapat dengan Spenglermengenai konsepsi kesatuan kajian historis dari segi bahwa ia merupakan suatu masyarakat yang terdiri atas bebagai kelompok yang memiliki karakteristik kultural khusus, tanpa memandang bentuk nasional tempat mereka berafiliasi atau sistem internasional yang mereka ikuti, yaitu suatu sistem yang pada hakikatnya didasarkan pada kondisi-kondisi dominasi Barat atas berbagai tipe sistem politik yang berkembang pada zaman modern. Ini berarti bahwa kesatuan historis, menurutnya, sebagaimana menurut Spengler, bukanlah umat manusia seluruhnya atau kawasan-kawasan politik ataupun kesatuan-kesatuan nasional. Ia merupakan sejumlah kelompok manusia yang disebut dengan masyarakat kultural atau kesatuan kajian historis sesuai dengan karakteristik bersamanya.
     Tyonbee berpendapat bahwa pola-pola kebudayaan yang dikajinya-jumlahnya ada delapan- tidak cukup bisa mengantarkan seseorang pada kesimpulan-kesimpulan ilmiah yang benar. Oleh karena itu, Tyonbee berupaya mengkaji lima masyarakat yang ada masa kini, yaitu masyarakat Kristen Barat, masyarakat Kristen Timur (Byzantium), masyarakat India, masyarakat Timur Jauh, dan masyarakat Islam. Di samping itu, ia juga mengkaji sempalan-sempalan masyarakat yang sudah mati yang tidak jelas kepribadiannya, misalnya saja kaum Yahudi.
     Menurut Tyonbee, semua masyarakat tumbuh dari masyarakat sebelumnya, yang menurutnya terdiri atas dua puluh satu masyarakat. Dengan adanya pembagian demikian, gugurlah kesatuan kebudayaan yang diserukan para sejarawan Barat sebelum Tyonbee, yang terpengaruh oleh lingkungan sosial mereka dan keberhasilan kebudayaan Barat secara internasional di bidang politik dan ekonomi, sehingga membuat banyak sejarawan terbuai oleh keserupaan yang menyesatkan di antara berbagai kebudayaan yang sebenarnya tidak sesuai dengan corak kultural asli dari segi substansi umum kebudayaan tersebut.
     Keberhasilan lahiriah itu, terutama karena tersebar luasnya sistem-sistempolitik dan ekonomi Barat dalam banyak masyarakt, menimbulkan suatu ide yang keliru, yaitu ide kesatuan kebudayaan manusia. Menurut ide ini, sejarah manusia mempunyai satu sumber yaitu Barat, sedangkan yang lainnya adalah cabangnya. Menurut Tyonbee, ide yang mendominasi pemikiran banyak sejarawan Barat itu ditegakkan di atas tiga ilusi,yaitu cinta diriyang mendominasi orang-orang Barat, ide Timur yang mandek, dan pendapat tentang kemajuan sebagai gerak yang membentuk suatu garis yang selalu lurus. Dari sini, Tyonbee menarik kesimpulan tentang perlu dilakukannya penilaian objektif atas semua kebudayaan tanpa penggunggulan khusus terhadap kebudayaan Barat, karena kebudayaan Barat bukanlah merupakan poros kebudayaan-kebudayaan seperti menurut banyak sejarawan Barat.
2.2 Riwayat Hidup Arnold J. Toynbee
     Arnold J. Toynbee lahir pada 14 April 1889 di London. Arnold Joseph Toynbee adalah anak dari Henry Valpy Toynbee, seorang pengimpor teh yang beralih menjadi pekerja sosial, dan Sarah Edith Marshall, sarjana unofficial di bidang sejarah dari Universitas Cambridge. Semasa kecil, Toynbee dididik oleh ibunya dan seorang guru privat perempuan. Kemudian dia meneruskan ke Wotton Court di Kent dan Winchester College. Dia cemerlang dalam studinya, dan mendapatkan beasiswa untuk disiplin sastra Yunani dan Romawi Kuno ke Balliol College, Oxford. Ketika menggeluti sastra Yunani dan Romawi kuno.
Toynbee merupakan penulis besar, menghasilkan karya yang tidak terhitung jumlahnya tentang agama, sejarah kuno dan modern, peristiwa kontemporer, dan hakekat sejarah.
     Setelah menamatkan studinya pada tahun 1912, Toynbee menjelajahi situs-situs sejarah di Yunani dan Itali. Ia mempunyai harapan mampu membantu murid-muridnya 'mengenal keragaman kehidupan dan peradaban', tak seorang pun dari mereka mampu memenuhi harapan sang guru. Dia kemudian mengalihkan energinya untuk melakukan sesuatu yang kemudian menjadi pekerjaan seumur hidupnya yaitu menulis. Toynbee mulai menulis sebuah buku tentang sejarah Yunani dari masa prasejarah sampai masa Bizantium, namun sebelum buku tersebut selesai dia terganggu oleh peristiwa yang terjadi di masanya, seperti Perang Balkan pada 1912 dan 1913. Ia juga pernah ditugasi oleh British (kini Royal) Institute for International Affairs untuk menulis sebuah buku hasil riset lama dan mendalam tentang paeristiwa-peristiwa penting yang terjadi sejak Perjanjian Versailles. Buku tersebut, Surveys of International Affairs 1920-1923 (1925), menjadi buku hasil survey mendalam pertama yang dia hasilkan sampai dia pensiun pada tahun 1953.
Tiap tahun, Toynbee berusaha mengabadikan banyak informasi (kebanyakan dari surat kabar) lewat catatan-catatan tentang peristiwa kontemporer di seluruh dunia.
     Toynbee juga mulai mengumpulkan bahan-bahan buat karyanya yang kemudian terkenal: A Study of History  (12 Jilid, 1934-1961). Keilmuan sejarah kontemporer, menurut Toynbee, kurang sempurna sebab para sejarawan Eropasentris, meniru saintis, dan melakukan riset tentang topik-topik kecil yang sepele. Menurut Toynbee, yang gagal mereka mengerti adalah bahwa alam semesta menjadi bisa dipahami sejauh kia memahaminya sebagai sebuah kesatuan. Dalam semangat itu, Toynbee bermaksud mempelajari seluruh peradaban yang dikenal, yang masih ada maupun yang sudah punah. Dalam sejumlah besar detail sejarah, menurutnya, sebuah pola bisa diungkap dan diketahui.
2.3 Tafsiran Arnold J. Tyonbee
     Arnold J. Tyonbee mengarang buku A Study of History tahun 1933. Teori Tyonbee didasarkan atas penelitian terhadap 21 kebudayaan yang sempurna dan 9 kebudayaan yang kurang sempurna. Kebudayaan yang sempurna, antara lain: Yunani, Romawi, Maya, Hindu, Barat/Eropa, dan yang kurang sempurna, antara lain: Eskimo, Sparta, Polinesia, Turki. Menurut Tyonbee bahwa gerak sejarah tidak memiliki hukum tertentu yang menguasai dan mengatur timbul tenggelamnya kebudayaan-kebudayaan dengan pasti.
     Kebudayaan (civilization) menurut Tyonbee adalah wujud kehidupan golongan seluruhnya. Menurutnya, gerak sejarah berjalan menurut tingkatan-tingkatan berikut:
1.      Genesis of civilizations, yaitu lahirnya kebudayaan;
2.      Growth of civilizations, yaitu perkembangan kebudayaan;
3.      Decline of civilizations, yaitu keruntuhan kebudayaan;
4.      Breakdown of civilizations, yaitu kemerosotan kebudayaan;
5.      Disintegration of civilizations, yaitu kehancuran kebudayaan;
6.      Dissolution of civilizations, yaitu hilang dan lenyapnya kebudayaan.
Suatu kebudayaan terjadi karena challenge and response (tantangan dan jawaban antara manusia dan alam sekitarnya). Dalam alam yang baik, manusia berusaha untuk mendirikan suatu kebudayaan, seperti di Eropa, India, Tiongkok. Di daerah yang terlalu dingin, seolah-olah manusia membeku (Eskimo), di daerah yang terlalu panas, tidak dapat timbul suatu kebudayaan ( Sahara, Kalahari, Gobi). Apabila tantangan alam itu baik, timbullah suatu kebudayaan.
Pertumbuhan dan perkembangan suatu kebudayaan digerakkan oleh sebagian kecil dari pemilik kebudayaan. Jumlah kecil itu menciptakan kebudayaan dan jumlah yang banyak (mayoritas) meniru kebudayaan tersebut. Tanpa minoritas yang kuat dan dapat mencipta, suatu kebudayaan tidak dapat berkembang.
Apabila minoritas lemah dan kehilangan daya mencipta, tantangan dari alam tidak dapat dijawab lagi. Apabila minoritas menyerah, mundur, pertumbuhan kebudayaan (decline) mulai tampak. Keruntuhan itu terjadi dalam tiga masa, yaitu sebagai berikut:
1.      Kemerosotan kebudayaan
     Terjadi karena minoritas kehilangan daya mencipta serta kehilangan kewibawaannya, mayoritas tidak lagi bersedia mengikuti minoritas. Peraturan dalam kebudayaan (antara minoritas dan mayoritas) pecah dan tunas-tunas hidupnya suatu kebudayaan akan lenyap.
2.      Kehancuran kebudayaan
     Mulai tampak setelah tunas-tunas kehidupan itu mati dan pertumbuhan terhenti. Setelah pertumbuhan terhenti, seolah-olah daya hidup itu membeku dan terdapatlah suatu kebudayaan itu tanpa jiwa lagi. Tyonbee menyebut masa ini sebagai petrification, pembatuan atau kebudayaan itu sudah menjadi batu, mati, dan menjadi fosil.
3.      Lenyapnya kebudayaan
     Yaitu, apabila tubuh kebudayaan yang sudah membatu itu hancur lebur dan lenyap.
     Untuk menghindarkan keruntuhan suatu kebudayaan, hal yang mungkin dilakukan adalah mengganti norma-norma kebutuhan. Dengan pergantian itu, tujuan gerak sejarah adalah kehidupan ketuhanan atau kerajaan Allah menurut paham Protestan. Dengan demikian, garis besar teori Toynbee mirip dengan santo agustinus, yaitu akhir gerak sejarah adalah civitas dei atau kerajaan Tuhan



DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, Moeflih, M.A, Supriadi Dedi, M.Ag. 2012. Filsafat Sejarah. Bandung: Pustaka Setia
http://jejak sejarah  FILSAFAT SEJARAH ARNOLD J. TOYNBEE ( 1889-1975 ).html
http://WAEL HISTORIAN  PEMBAHASAN TEORI SPEKULATIF DAN KRITIS Oleh Raman.html
http://laramansumiyati.blogspot.com/2010/06/pembahasan-teori-spekulatif-dan-kritis.html
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar